Selasa, 29 Maret 2011

FISIOLOGI DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PERIKANAN TANGKAP


Penulis: Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si, dan Dr. Aristi Dian Purnama Fitri, S.Pi, M.Si

Ilmu fisiologi dan tingkah laku ikan merupakan dua cabang ilmu pengetahuan yang diaplikasikan pada perikanan tangkap. Saat ini urgensi kedua cabang ilmu ini semakin meningkat sebagai akibat dari kebutuhan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan penurunan stok sumberdaya ikan, redistribusi spasial sumberdaya ikan dan kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Buku ini ditulis secara komperehensif oleh penulisnya berdasarkan pengalamannya mangajar dan dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukannya serta diperkaya dengan hasil-hasil penelitian dari para mahasiswa bimbingannya. Isi dan bahasan buku ini cukup detail, sehingga layak menjadi buku pegangan mahasiswa program sarjana dan pascasarjana yang menekuni bidang perikanan maupun bidang ilmu terkait lainnya, dan dapat menjadi bahan bacaan penting bagi para peneliti, manajer perikanan, serta masyarakat yang tertarik mempelajari badang ilmu ini

SURITECH


Profil Invensi
"SURITECH" Mesin Pemisah Daging dan Tulang Ikan

Inovator: Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, Ir. Beni Pramono, M.Si, Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si dan Dr. Eddi Husni ST, M.Si

Deskripsi
Pemanfaatan ikan-ikan ekonomis rendah dan ikan hasil tangkapan sampingan di beberapa wilayah perikanan masih belum optimal. Selama ini ikan-ikan tersebut baru diolah secara sederehana seperti ikan asin atau pindang. Salah satu alternatif pengelolaan hasil tangkapan sampingan yang memiliki nilai ekonomis rendah adalah dengan mengolah ikan-ikan tersebut menjadi produk olahan lain yang memiliki nilai jual dan mutu yang lebih baik. Produk olahan ikan yang telah dikenal dan digemari oleh masyarakat seperti bakso, kerupuk, nugget, sosis, empek-empek dan otak-otak hingga saat ini masih terkendala dalam hal ketersediaan bahan baku. Untuk dapat menyediakan produk-produk tersebut secara berkesinambungan dibutuhkan pasokan bahan baku yang kontinyu. Bahan baku yang dibutuhkan oleh industri rumah tangga atau UKM yang memproduksi produk-produk tersebut adalah daging ikan yang telah dipisahkan dari tulangnya. Daging ikan yang telah terpisah dari tulangnya setelah melalui proses pencucian dengan air dingin (leaching) dan penghilangan sebagian kadar air (dewatering) dikenal dengan ”surimi”. Surimi dapat diolah langsung menjadi produk lanjutan seperti baso, kerupuk, empek-empek, otak-otak dan sosis ikan atau disimpan pada suhu rendah dengan kualitas mutu yang tetap terjaga.Untuk mendapatkan daging ikan yang terpisah dari tulangnya (surimi), nelayan biasanya melakukan secara manual sehingga tidak efisien dari segi waktu. Penguasaan teknologi pemisahan daging dan tulang ikan guna meningkatkan efisiensi waktu dan produksi menjadi kebutuhan utama demi perkembangan UKM pengolahan produk perikanan. Berdasarkan hal itu maka telah dirancang dan dibangun mesin pemisah daging dan tulang ikan (fish meat-bone separating machine) tepat guna bagi UKM oleh tim peneliti pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Melalui penggunaan mesin ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat nelayan/pesisir melalui kegiatan pengolahan ikan-ikan ekonomis rendah menjadi surimi dan produk-produk olahan turunannya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Keunggulan Invensi
  1. Solusi permasalahan by-catch dan ikan-ikan ekonomis rendah
  2. Harga per unit murah dibandingkan dengan mesin impor, sehingga cocok bagi UMKM,
  3. Spare part banyak dijual di pasaran dengan harga murah,
  4. Mudah dalam pengoperasian dan perawatan karena menggunakan teknologi sederhana,
  5. Bentuk yang kompak dan dapat dipindah-pindahkan (portable), sehingga dapat ditempatkan di atas kapal ikan maupun untuk penggunaan di darat
  6. Kapasitas pemisahan yang memadai dengan efektivitas yang tinggi (rendemen 30-50%),
  7. Membuka lapangan kerja baru,
  8. Tidak membahayakan operator.
Research Working Group on Coastal Fisheries Development
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB

Jl. Agatis Kampus IPB Dramaga Telp/Fax: 0251-8625961

Samudera Teknik Mandiri (Workshop for Innovative Technology Manufacturing)

Kampung Sindang Barang Jero RT 05 RW 06 Desa Sindang Barang Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor

Email: samudera_tm@yahoo.co.id





Jumat, 11 September 2009

Dahlan Iskan: Susu Sapi Bukan Untuk Manusia

Tidak ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu -kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi perilaku yang alami seperti itu?

“Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya,” ujar Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita. Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan “enzim induk” yang seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu akan lebih mudah terkena osteoporosis.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama karirnya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian. Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging.

Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan makanan/minuman yang “jelek”: benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan karet gelang.. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja ususnya kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan, makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan menimbulkan penyakit lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk ke perut.

Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa, keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabk an. Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal.. Ketika diajak “lomba lari” oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu.

Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah, ini dia, ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.

Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi “modal” oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam “lumbung enzim-induk” . Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari “lumbung”-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun demikian.

Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus menguras lumbung enzim.

Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab, sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan “jelek” itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan “pengobatan” seperti itu.. Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan “pengobatan” alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus. Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan makanan yang enak.. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat enzim-induk bertambah. Nah….. gan pei!

Sumber Jawapost.co.id

Rabu, 05 Agustus 2009

PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MELALUI USAHA PENGOLAHAN IKAN BERBASIS MASYARAKAT*)

(Development of Alternative Income through Community Based Fish Processing Business)
Ari Purbayanto,1 Mochammad Riyanto,2 dan Joko Santoso3

1) Dosen Tetap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB dan Advisory Member Program Mitra Bahari Ditjen KP3K-DKP
2) Staf Research Working Group on Coastal Fisheries Development Departemen Pemanfaatan Ssumberdaya Perikanan FPIK-IPB dan Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Kelautan-IPB
3) Dosen Tetap Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK-IPB

ABSTRAK
Mata pencaharian alternatif (MPA) merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dikembangkan sebagai alternatif pengganti kegiatan yang bersifat merusak lingkungan atau usaha yang tidak berkembang serta kurang menguntungkan. Salah satu kegiatan MPA yang diusulkan dapat dikembangkan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil adalah peningkatan nilai tambah ikan hasil tangkapan maupun hasil budidaya melalui pengembangan usaha pengolahan ikan berbasis masyarakat. Konsep MPA pengolahan ikan berbasis masyarakat ini harus dilaksanakan secara terpadu dengan prinsip ”zero waste” sehingga dapat memberikan solusi menyeluruh terhadap kegiatan pengolahan ikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Tujuan akhir dari kegiatan MPA ini adalah penciptaan lapangan kerja, peningkatan peluang usaha dan pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraannya.

Kata kunci: mata pencaharian alternatif, pengolahan ikan, berkelanjutan, ramah lingkungan, lapangan pekerjaan, peluang usaha, kesejahteraan masyarakat

ABSTRACT
Alternative income is an economy activity to be developed as an alternative for substitute activity that causes environmental degradation or undeveloped and low profitable business. One of alternative income activities can be developed for coastal and small island communities is the increasing added value of fish from capture as well as culture through development of community based processing business. This concept implementation must be integrated with “zero waste” principle for giving comprehensive solution to sustainable and environmentally friendly fish processing activity. Final goal of this alternative income activity is creating job, increasing business opportunity and income of coastal and small island communities so that to increase their prosperity.

Key words: alternative income, fish processing, sustainability, environmentally friendly, job, business opportunity, people prosperity

1. LATAR BELAKANG
Mata pencaharian alternatif (MPA) merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dikembangkan sebagai alternatif pengganti kegiatan yang bersifat merusak lingkungan atau usaha yang tidak berkembang serta kurang menguntungkan. Mata pencaharian alternatif dikembangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan penghasilan. Pengembangan MPA dilakukan dengan pertimbangan: ketersediaan bahan baku, sumberdaya manusia dan modal. Salah satu jenis usaha prospektif untuk dikembangkan sebagai mata pencaharian alternatif adalah kegiatan pengolahan ikan. Hal ini dikarenakan kegiatan pengolahan ikan di masyarakat secara umum belum berkembang dengan baik, sehingga belum memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Disamping itu, tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan dan produk olahannya yang cenderung terus meningkat, memberikan peluang yang baik untuk pengembangan kegiatan ini.
Peluang pengembangan usaha pengolahan ikan ini sangat dimungkinkan untuk menjadi penggerak kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Bahan baku yang masih melimpah dan teknik pengolahan yang relatif mudah menjadi dasar pemilihan kegiatan ini. Kegiatan usaha pengolahan ikan yang dilakukan oleh masyarakat umumnya masih bersifat tradisional yang menyebabkan nilai ekonomi produk menjadi rendah, sehingga dijumpai banyak keterbatasan baik kontinyuitas dan mutu produksi maupun dalam hal pemasaran. Kegiatan usaha pengolahan ikan tradisional yang banyak dikembangkan antara lain pengolahan ikan asin, pindang dan ikan asap. Usaha lain yang masih dapat dikembangkan karena memiliki peluang yang cukup besar adalah pengolahan ikan menjadi surimi dan produk turunannya seperti baso ikan, nugget, otak-otak, kerupuk ikan dan sosis ikan.
Surimi merupakan suatu produk antara (intermediate product) berupa lumatan daging ikan yang telah mengalami proses pencucian dengan air dingin (leaching) dan penghilangan sebagian kadar air (dewatering). Surimi yang dihasilkan dapat langsung diolah menjadi produk-produk turunan yang mengutamakan karakteristik gelasi dan elastisitas seperti baso, otak-otak, sosis dan nugget. Selain itu dengan penambahan zat anti denaturasi protein (cryoprotectant) seperti sodium tripolifosfat, sorbitol, maka surimi dapat disimpan dalam keadaan beku untuk jangka waktu yang lama tanpa mengalami perubahan nilai gizi yang berarti, sehingga kontinuitas surimi sebagai bahan untuk diolah lebih lanjut terjaga sepanjang tahun dan tidak terpengaruh oleh musim.
Produk-produk olahan surimi seperti baso, otak-otak, nugget dan sosis memiliki nilai gizi tinggi yang berasal dari protein ikan, yaitu protein miofibril (aktin dan miosin) yang bersifat larut dalam garam dan bertanggungjawab terhadap daya gelasi dan elastisitas produk yang dihasilkan. Dalam kegiatan pengolahan surimi menjadi produk turunan lainnya tentu memerlukan dukungan teknologi dan sumberdaya manusia yang cukup.
Untuk memenuhi kebutuhan teknologi pembuatan surimi dan peralatan pengolahan lanjutan produk surimi diperlukan teknologi tepat guna, yaitu mesin pemisah daging dan tulang ikan (fish meat-bone separating machine). Hal penting lainnya adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang akan menjadi pelaku utama kegiatan pengolahan tersebut. Kebutuhan akan kualitas SDM tersebut dapat dipenuhi melalui kegiatan pelatihan tentang pengolahan ikan menjadi produk surimi maupun pelatihan pengembangan produk olahan lanjutan (baso, otak-otak, nugget, sosis, dan kerupuk) dari segi teknis maupun manajerial.
Dalam suatu proses kegiatan usaha, prinsip yang harus diterapkan adalah prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan. Dalam usaha pengolahan ikan tentunya akan menghasilkan sisa (by-product) seperti kulit dan tulang ikan dari hasil pemisahan antara daging dan tulang ikan. By-product ini dapat diolah menjadi tepung ikan (fish meal) yang memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam kegiatan industri pakan.
Agar kegiatan usaha pengolahan ikan dapat berkelanjutan, hal lain yang harus dipertimbangkan selain ketresediaan bahan baku adalah aspek distribusi dan pasar. Terbukanya peluang pasar harus dapat dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin. Pengembangan pasar dilakukan melalui kegiatan promosi secara terus menerus. Hal lain yang perlu dilkakukan adalah peningkatan kualitas SDM dalam bidang distribusi dan pemasaran produk. Peningkatan SDM ini akan dilakukan melalui kegiatan pelatihan pengemasan dan pemasaran produk.
Pembentukan kelembagaan (institutional building) juga diperlukan untuk mengembangkan kegiatan pengolahan ikan berbahan baku surimi kepada masyarakat dengan pembentukan kelompok usaha bersama (KUB) berbasis masyarakat. KUB tersebut akan memanfaatkan paket-paket teknologi pengolahan surimi melalui bantuan dana bergulir dari pemerintah. Namun demikian kegiatan pengolahan ini memerlukan political will dari pemerintah daerah, berupa komitmen untuk dapat membantu dan menciptakan kondisi usaha yang kondusif.
Bertitik tolak pada pertimbangan di atas maka pengembangan usaha pengolahan ikan berbasis masyarakat yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ini memiliki peluang yang cukup besar sebagai kegiatan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan potensi perikanan yang masih cukup besar sebagai bahan baku utama dalam kegiatan usaha yang dilakukan serta masih terbukanya peluang pasar bagi produk olahan tersebut. Pengembangan MPA melalui kegiatan usaha pengolahan ikan berbasis masyarakat ini akan dilakukan secara terpadu dari hulu sampai hilir yaitu mulai dari pengolahan bahan baku hingga pengemasan akhir sebelum dipasarkan.
Makalah ini menyajikan tentang tinjauan umum tentang alat pemisah daging dan tulang ikan, teknologi tepat guna pengolahan surimi dan pengolahan produk lanjutan berbahan baku surimi, konsep pengembangan MPA pengolahan ikan. Serta usulan rekomendasi.

2. TINJAUAN UMUM ALAT PEMISAH DAGING DAN TULANG IKAN
Proses pemisahan daging ikan dan tulangnya sudah lama diperkenalkan sejak tahun 1978 oleh beberapa ahli yang bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan. Desain yang dikemukakan oleh Lanier dan Thomas (1978), dalam proses pemisahan antara daging ikan dan tulangnya, ikan dipres diantara sabuk dan drum berpori. Lumatan daging dan lemak ikan melalui lubang-lubang berpori pada drum sedangkan tulangnya akan menempel pada sabuk dan dinding drum berpori. Tekanan yang digunakan tidak begitu tinggi sehingga ukuran dari lubang-lubang dapat diperbesar dari yang bisa digunakan berdiameter 3-5 mm. Hasil yang digunakan memiliki tekstur yang bermacam-macam tergantung dari diameter lubang pada drum (Purbayanto et al. 2005).
Selanjutnya Smith dan Critensen (1979) mengembangkan meat-bone separator (alat pemisah daging ikan) yang cukup sederhana dan relatif murah. Prinsip dasar yang dikembangkan terdiri dari sebuah silinder horizontal berongga, dua silinder hidrolik yang berhadapan dan memerlukan pompa hidrolik, katup dan kontrol-kontrol pengoperasian. Proses pemisahan dilakukan dengan adanya tekanan pada silinder hidrolik dengan umpan (ikan) ditengahnya, yang kemudian terjepit diantara silinder berpori dan silinder penekan. Daging ikan akan melalui pori-pori tersebut dan tulangnya akan lengket pada permukaan silinder tekan. Proses tersebut dilakukan secara kontinyu (Purbayanto et al. 2005).

3. TEKNOLOGI TEPAT GUNA ALAT PEMISAH DAGING DAN TULANG IKAN
Alat pemisah daging dan tulang ikan (fish meat bone separator) ini dirancang sedemikian rupa agar benar-benar dapat memisahkan daging ikan dengan tulangnya. Teknologi ini di Indonesia tergolong baru, sehingga dalam penggunaannya membutuhkan biaya yang besar untuk mengadopsi alat tersebut dari luar negeri. Teknologi tepat guna dapat lebih bermanfaat dan digunakan untuk usaha skala rumah tangga. Teknologi ini dihasilkan melalui perancangan, modifikasi, dan adopsi prinsip kerja alat pemisah daging ikan yang telah ada sebelumnya. Hal ini bertujuan agar industri skala rumah tangga dapat mengimplementasikannya tanpa harus mengimpor jenis teknologi yang mahal baik dalam pengadaan, penggunaan maupun perawatan.
Beberapa keunggulan dari rancangan alat pemisah daging dan tulang ikan ini adalah :
Harga per unit murah dibandingkan dengan mesin impor, sehingga cocok bagi UKM,
1) Spare part banyak dijual di pasaran dengan harga murah,
2) Mudah dalam pengoperasian dan perawatan karena menggunakan teknologi sederhana,
3) Bentuk yang kompak dan dapat dipindah-pindahakan (portable), sehingga dapat ditempatkan di atas kapal ikan maupun untuk penggunaan di darat,
4) Kapasitas pemisahan yang memadai dengan efektivitas yang tinggi, dan
5) Sesuai untuk berbagai jenis ikan laut dengan rendemen yang cukup tinggi (30-50%).

4. TINJAUAN UMUM SURIMI
Surimi dapat didefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang (deboning), pencucian dan penghilangan sebagian kadar air (dewatering) sehingga dikenal sebagai protein konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada, 1992). Bertak dan Karahadian (1995) mendefinisikan surimi sebagai hancuran daging ikan yang dicuci berkali-kali dan dicampur dengan cryoprotectans untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku. Surimi mempunyai tekstur gel dan sifat pengikat yang baik.
Berdasarkan kandungan garamnya surimi beku dibedakan menjadi dua jenis yaitu mu-en surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en surimi (surimi dengan garam). Selain itu juga dikenal na-na surimi (surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan).
Alasan-alasan kenapa surimi dipilih sebagai salah satu alternatif untuk pengembangan usaha pengolahan ikan adalah :
1) Teknologi pembuatan surimi relatif sederhana sehingga mudah untuk diaplikasikan dan diadopsi (aplicable and adoptable).
2) Surimi merupakan produk antara sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi produk-produk olahan lain sesuai dengan keinginan.
3) Karena bentuknya yang tidak ”bulky” sehingga tidak memerlukan tempat penyimpanan yang besar.
4) Dengan penambahan cryoprotectans, yaitu zat yang dapat mencegah atau menghambat proses denaturasi protein seperti sorbitol, surimi dapat dibekukan (freezing) sehingga mempunyai umur simpan yang lama.
5) Karena surimi mempunyai umur simpan panjang, maka kontinuitas surimi sebagai bahan untuk diolah lebih lanjut terjaga sepanjang tahun sehingga tidak terpengaruh oleh musim.

5. PENGOLAHAN PRODUK LANJUTAN BERBAHAN BAKU SURIMI
Surimi merupakan produk olahan antara (intermediate products) sebagai bahan olahan produk lanjutan. Produk-produk yang diolah dari bahan baku surimi terutama mengutamakan sifat kekuatan gel yang dihasilkan. Gel tersebut terbentuk karena terjadinya ikatan silang (net working) protein larut garam dengan adanya perlakuan pemanasan dimana gel yang terbentuk bersifat thermo irreversible. Kekuatan gel akan memberikan sensasi inderawi bagi orang yang mengonsumsinya, seperti kekenyalan waktu ditekan dengan tangan atau saat digigit/dikunyah.
Produk-produk yang dapat diolah dari bahan baku surimi antara lain otak-otak ikan, nugget, baso ikan, pempek ikan serta sosis ikan. Produk-produk olahan tersebut di atas dipilih dengan mempertimbangkan alasan-alasan:
1) Jenis produk tersebut sudah dikenal di masyarakat walaupun bahan baku yang digunakan sebagian besar bukan berasal dari ikan tetapi dari daging (sapi atau ayam), sehingga diharapkan tingkat penerimaan masyarakat tinggi.
2) Bentuk dari diversifikasi pengolahan hasil perikanan, sehingga dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan.
3) Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan cukup sederhana sehingga dapat diaplikasikan dalam skala rumah tangga atau dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUB).
4) Teknologi pengolahannya mudah sehingga dapat dilakukan oleh semua orang dengan terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat.
Yang menarik bahwa produk-produk olahan tersebut bila ditinjau dari aspek gizi, kesehatan dan kemananan (food safety) dengan bahan baku utamanya ikan mempunyai keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan baku daging (sapi atau ayam). Keunggulan-keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kandungan gizi proteinnya lengkap terutama kandungan asam amino esensialnya dan juga tingginya nilai biologis (biological value) dari daging ikan.
2) Komposisi mineral makro dan mikro pada daging ikan sangat lengkap, terutama trace element yang sangat penting bagi tubuh seperti iodium yang sangat diperlukan dalam metabolisme kelenjar thyroid.
3) Bahan baku yang digunakan adalah daging ikan segar yang aman, bebas dari bahan tambahan, khususnya yang tidak diijinkan penggunaannya dalam bahan pangan seperti formalin.
4) Bahan baku yang digunakan adalah daging ikan segar yang aman dan bebas dari penyakit seperti virus flu burung (pada unggas) atau bakteri antraks (pada sapi atau domba), virus sapi gila mad cow (pada sapi).

6. KONSEP PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF PENGOLAHAN IKAN.
Isu utama program pembangunan wilayah adalah hilang atau berkurangnya mata pencaharian masyarakat disekitar lokasi pengembangan. Hal ini disebabkan karena hilangya lahan berusaha atau usaha yang dilakukan selama ini bersifat merusak lingkungan. Hal ini sama persis dengan permasalahan yang umumnya dialami oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagian masyarakat masih melakukan kegiatan usaha perikanan dengan menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak (destructive fishing), misalnya dengan menggunakan bahan peledak maupun potasium sianida, penambangan terumbu karang yang pada akhirnya mengancam kelestarian sumberdaya perairan. Jika kegiatan usaha ini dibiarkan begitu saja tanpa dicarikan solusi terbaik bagi semua pihak tentunya permasalahan yang akan dihadapi oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kehancuran sumberdaya kelautan dan perikanan yang berakibat pada hilangnya mata pencaharian utama masyarakat sebagai nelayan.
Permasalahan tersebut hendaknya sesegera mungkin dapat dicarikan solusinya dengan mengembangkan suatu kegiatan usaha alternatif yang dapat mengurangi kegiatan usaha yang bersifat destruktif dan sekaligus dapat memperluas lapangan usaha bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Salah satu jenis kegiatan MPA yang dapat dikembangkan adalah usaha pengolahan ikan berbasis masyarakat. Kata berbasis masyarakat mengandung arti bahwa masyarakat terlibat sebagai pelaku atau subyek dalam kegiatan ini sehingga akan terwujud kemandirian dalam berusaha.
Pengembangan usaha pengolahan ikan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki peluang yang cukup besar untuk dilaksanakan. Hal ini didukung oleh potensi bahan baku yang tersedia serta tingginya peluang diversifikasi produk perikanan. Berdasarkan alasan tersebut, maka MPA pengolahan ikan yang dipilih untuk dikembangkan diharapkan dapat mengatasi permasalahan perekonomian masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kegiatan pengolahan ikan yang dapat dikembangakan adalah kegiatan pengolahan ikan menjadi surimi dan produk olahannya. Melimpahnya bahan baku serta masih terbukanya peluang pasar bagi produk hasil olahan surimi menjadi alasan utama mengapa pengolahan surimi terpilih sebagai salah satu kegiatan MPA yang diusulkan.
Dalam pengembangan usaha pengolahan ikan hal yang menjadi fokus utama adalah kemampuan SDM baik dalam hal penguasaan teknologi maupun kemampuan manajerial usaha. Permasalahan ini dapat diatasi dengan kegiatan pelatihan dan pendampingan masyarakat. Dengan adanya pelatihan dan pendampingan ini diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas SDM pengelola usaha pengolahan ikan sehingga nantinya usaha yang telah dibangun akan berkembang sesuai dengan tujuan yang diinginkan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan lapangan usaha, dan pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Konsep pengembangan mata pencaharian alternatif pengolahan ikan harus dilaksanakan secara terpadu berdasarkan prinsip ”zero waste”, yaitu bahan baku ikan yang diolah dimanfaatkan seluruhnya tanpa ada bagian yang tertinggal termasuk pemanfaatan tulangnya sebagai bahan baku pakan ternak. Diagram alir pengembangan MPA pengolahan ikan secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 2.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas tujuan konsep pengembangan mata pencaharian alternaif pengolahan ikan berbasis masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan unit pengolahan ikan menjadi surimi,
2) Menyiapkan unit pengolahan surimi menjadi produk lanjutan seperti baso, nugget, kerupuk, dan otak-otak.
3) Menyiapkan unit usaha pengolahan tepung ikan (fish meal) sebagai pakan ternak yang memanfaatkan bahan baku sisa (by-product) pengolahan ikan menjadi surimi,
4) Menyiapkan SDM yang berasal dari masyarakat untuk menunjang kegiatan pengolahan ikan menjadi surimi dan produk turunannya serta pakan ternak melalui kegiatan pelatihan teknis dan manajerial usaha,
5) Pembentukan industri maupun kelompok usaha bersama (KUB) pengolahan ikan menjadi surimi dan produk olahan lanjutan berbahan surimi serta KUB pengolahan fish meal menjadi pakan ternak,
6) Menyiapkan kelembagaan untuk mendukung kegiatan pengembangan usaha pengolahan ikan menjadi surimi dan produk olahan lanjutan berbahan baku surimi serta industri pakan ternak.

7. REKOMENDASI
Pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir dan pulau-pilau kecil merupakan salah satu upaya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu MPA yang dapat dikembangkan adalah kegiatan pengolahan ikan berbasis masyarakat. Kegiatan ini harus dilakukan secara terencana dengan baik agar terjadi keterpaduan antara sumberdaya alam sebagai bahan baku dan sumberdaya manusia pengelola baik dari segi teknologi maupun manajerial.

8. DAFTAR PUSTAKA
Bertak JA and Kaharadian C. 1995. Surimi-based imitation crab characteristic affected by heating method and end point temperature. J. Food Sci. 57: 497 – 499.


Okada M. 1992. History of surimi technology in Japan. In Surimi technology. Lanier TC and Lee CM (eds.). Marcel Dekker Inc., New York.


Purbayanto A, Wisudo SH, Santoso J, Wahyuni M, Wahyu RI, Dinarwan, Zulkarnain, Sarmintohadi, Nugraha AD, Soebeor DA, Pramono B, Marpaung A, Riyanto M. 2004. Pedoman umum perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan hasil tangkap sampingan pukat udang di Laut Arafura. Kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua dengan Strategic Business Unit Forestry, Marine-Fisheries and Einvironment PT Sucofindo. Jakarta.


Purbayanto A, Wisudo SH, Santoso J, Poernomo J. Dinarwan, Husni E, Sarmintohadi, Pramono B, A, Riyanto M. 2005. studi kelayakan industri pengelolaan hasil tangkap sampingan (HTS) pukat udang di Laut Arafura, Provinsi Papua. Kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua dengan Strategic Business Unit Forestry, Marine-Fisheries and Einvironment PT Sucofindo. Jakarta.


Smith and Cristensen 1979


Lanier and Thomas 1978